Friday, May 24, 2013

MESIN FORMULA 1



DENGARKAN deru mesin Formula 1 yang begitu ringannya meraih putaran tinggi. Gambaran mesin yang gesit mencuat lewat raungannya yang bagi sebagian orang dianggap seperti alunan musik dari sebuah grup orkestra yang personelnya adalah komponen mesin.

Hal ini tidak terlepas dari karakter mesin itu sendiri yang selalu bermain pada putaran supercepat. Dengan batas puncaknya yang sanggup meraih 20.000 rpm, bisa disimpulkan bahwa mesin jet darat ini memiliki langkah (stroke) yang sangat pendek (over square).

Begitu pendeknya hingga langkah piston lebih pendek daripada diameter pistonnya dengan perbandingan hingga 1 : 2. Dengan kata lain panjang langkah piston separo diameternya. Konsekuensinya putaran mesin menjadi cenderung lebih tinggi dibanding mesin konvensional.

Hal ini bisa Anda buktikan di layar televisi saat pembalap F1 melakukan pit stop untuk mengganti ban atau mengisi bahan bakar (refuelling). Mesinnya terdengar selalu berada pada rpm tinggi meski mesin dalam keadaan langsam.

Mesin dengan langkah pendek memiliki kelemahan dalam menghasilkan torsi, untuk menutupi kelemahan tersebut, jumlah silinder dibuat lebih banyak antara 6, 8, 10, bahkan 12 silinder. Akan tetapi, dengan alasan keselamatan jiwa pembalap, FIA menggulirkan regulasi yang membatasi jumlahnya tidak melebihi 8 silinder dan kapasitas mesin pun dibatasi hanya 2.400cc.

Perangkat turbo juga diharamkan, dengan kata lain 'napas' mesin hanya mengandalkan kevakuman yang diciptakan oleh langkah isap piston alias normally aspirated. Namun para perancang mesin berkolaborasi dengan desainer mobil F1 menyiasatinya dengan membuat 'corong' di bagian atas kepala pembalap untuk 'menangkap' dan 'memaksa' udara menekan saluran intake yang efeknya mirip efek turbocharger.

Agar mesin mudah meraih putaran tinggi dengan spontan, komponen dibuat seringan mungkin, dan kekuatan komponen merupakan salah satu kunci kemenangan agar mesin mampu di-geber selama kompetisi. Oleh karena itu, 'jeroan' mesin yang bergerak terbuat dari material yang ringan namun tangguh.

Bahan baku berbau futuristik seperti titanium, berilium, aluminium sampai magnesium terpaksa diadopsi meski pembuatannya membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Alhasil, bobot total mesin hanya berada pada kisaran 100 kg saja. Apalagi dengan pengurangan jumlah silinder sangat mungkin bobot mesin F1 bisa di bawah 90kg.

Agar berputar tanpa getaran seluruh piston dan setangnya mengalami penyeragaman pada bobotnya dengan tingkat toleransi hingga hitungan miligram, sehingga antara piston satu dan lainnya nyaris tidak memiliki perbedaan bobot. Tak heran jika mesin tersebut memiliki respons tinggi terhadap pijakan pedal gas.

Putaran mesin hingga 20.000 rpm membuat perancang mesin F1 harus melupakan peranti pembalik katup konvensional yang terbuat dari pegas baja. Pasalnya, bahan tersebut tidak akan sanggup menangani gerakan sedahsyat itu. Kalau toh dipaksakan, maka akan terjadi efek floating pada katup. Sebagai penggantinya, digunakan sistem pneumatic lewat bantuan tekanan udara yang dipercaya lebih mampu menggerakan katup secepat kilat.

Sebagai langkah penyempurnaan, katup dibuat dari bahan kuat dan ringan untuk membantu proses buka-tutup dapat berlangsung ekstra cepat. Bahkan campuran titanium dan magnesium yang dulunya dianggap canggih, kini dianggap primitif.

Sebagai gantinya, digunakanlah bahan keramik karena telah terbukti lebih tahan terhadap panas hingga ribuan derajat dengan bobot yang tak kalah ringan. Dengan demikian para insinyur bisa lebih leluasa mengembangkan daya mesin hingga mencapai batas cakrawala kemampuan maksimumnya.

Lima puluh tahun lalu, mesin dengan prestasi 100bhp/liter masih dalam angan-angan dan harapan. Berkat pengembangan teknologi, mesin 2,4 liter V8 kini sanggup mencapai 300bhp/liter. Mesin ini sanggup mengonsumsi 650 liter udara per detiknya dengan konsumsi bahan bakar yang menghabiskan antara 60 hingga 75 liter untuk jarak 100km.

Untuk mengimbangi kemampuan mesin seperti itu, suplai bahan bakar dan waktu pengapian diatur oleh komputer mesin yang populer disebut ECU (Electronic Control Unit). Secara garis besar, peranti ini mempunyai prinsip yang sama dengan peranti komputer kendaraan jalan raya, yang membedakan adalah software-nya.

ECU yang digunakan pada kendaraan pada umumnya, diprogram hanya menangani satu pemetaan. Tugas utamanya hanya untuk membaca dan menangani kebutuhan mesin secara keseluruhan, tak peduli berapa pun jumlah silindernya. Padahal, jika dirinci secara saksama, kebutuhan dan kondisi tiap silinder belum tentu sama.

ECU yang dimiliki mesin Formula 1 dengan jumlah silinder 8 buah, tiap silindernya mendapatkan satu jatah pemetaan yang mengatur kebutuhan jumlah bahan bakar dan waktu pengapian secara individual.

Saat mesin Formula 1 bekerja pada putaran yang konstan, masing-masing silinder belum tentu mendapat jumlah bahan bakar dan waktu pengapian yang sama. Dengan kata lain, rangkaian elektronik ini akan mengatur dengan tepat jumlah bahan bakar yang harus diberikan dan kapan waktu pengapian yang pas pada masing-masing silindernya.

Selain itu, antara hardware dan software telah dirancang sedemikian rupa agar dapat diprogram ulang untuk dapat diseting dengan kondisi cuaca, kondisi trek, karakter sirkuit, sampai ke karakter pembalap.

Jika dilucuti dan diuraikan, mesin balap ini terdiri dari sekitar 5.000 komponen mesin yang masuk dalam kategori mesin termahal di dunia. Semua itu diinvestasikan agar mesin bisa berputar aman pada 20.000 rpm. Karena faktor itu adalah kunci untuk mengembangkan tenaga dan kecepatan sebuah mobil Formula 1.

No comments:

Post a Comment